Imam tiga, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad berpendapat bahwa salam adalah salah satu rukun shalat. Di antara dalil yang menyatakan demikian adalah sabda Nabi saw,
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُوْرُ، وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ، وَتَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ
“Kunci shalat adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir dan tahlilnya adalah taslim.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan al-Hakim).
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa salam tidak wajib, menurut Imam ini untuk mengakhiri shalat tidak harus dengan salam, akan tetapi bisa dengan salam atau selainnya seperti berdiri, berbicara, hadats atau perbuatan lainnya.
Pendapat yang shahih adalah pendapat pertama karena dalil shahih mendukungnya, sementara pendapat kedua tidak memiliki dalil yang shahih.
Apakah harus dua salam atau cukup satu?
Hadits-hadits menetapkan bahwa Nabi saw salam ke kanan dan ke kiri. Saad bin Abu Waqqash berkata, “Aku melihat Rasulullah saw salam ke kanan dan ke kiri sehingga aku melihat putih pipinya.” (HR. Muslim).
Salam dua kali diriwayatkan juga Abu Dawud dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi saw salam ke kanan dan ke kiri sehingga putih pipinya terlihat, ‘Assalamu alaikum wa rahmatullah. Assalamu alaikum wa rahmatullah.’ Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi tanpa, “Sehingga putih pipinya terlihat.”
Imam an-Nawawi berkata, “Salam dua kali diriwayatkan oleh beberapa sahabat, di antaranya adalah Wail bin Hujr, Ibnu Umar, Abdullah bin Zaid, Sahal bin Saad dan Watsilah bin al-Asqa’.”
Dari sini maka maka jumhur ulama termasuk Imam yang tiga berkata, salam dua kali mustahab.
Imam Malik berpendapat, mustahab satu kali. Aisyah berkata, “Nabi saw salam satu kali.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Hadits satu salam diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas, diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dari Sahal bin Saad dan Salamah bin al-Akwa`.
Penulis berkata, salam dua kali adalah sunnah yang sering Nabi saw lakukan. Salam satu kali kadang-kadang Nabi saw lakukan. Wallahu a'lam.
Tangan pada saat salam
Pada saat salam kedua tangan tetap pada posisinya, tidak diangkat atau dibalik sehingga telapaknya menghadap ke atas. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Samurah berkata, “Jika kami shalat bersama Rasulullah saw, kami mengucapkan, ‘Assalamu‘alaikum wa rahmatullah. Assalamu‘alaikum wa rahmatullah.’ Dan kami memberi isyarat dengan tangan kami ke kanan dan ke kiri, maka Rasulullah saw bersabda, “Atas dasar apa kalian berisyarat dengan tangan kalian seolah-olah ia adalah ekor kuda yang binal. Salah seorang dari kalian cukup meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya dan mengucapkan salam kepada saudaranya ke kanan dan ke kiri.”
Ucapan, ”Allahumma adkhilnal jannah” ketika salam ke kanan dan ucapan, “As`aluka an-najata minan naar” ketika salam ke kiri
Ucapan ini tidak berdasar kepada sunnah Rasulullah saw dan tidak diamalkan oleh salafus shalih, jika ia merupakan kebaikan niscaya Nabi saw akan menunjukkannya kepada kita, jika ia merupakan kebaikan niscaya salafus shalih telah mendahului kita dalam mengemalkannya, oleh karena itu hendaknya ia ditinggalkan. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw.
Jabat tangan ba’da salam
Hal ini juga tidak berdasar kepada sunnah Rasulullah saw dan tidak dilakukan oleh salafus shalih. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang hal ini, dia menjawab, “Jabat tangan ba’da shalat tidak disunnahkan, justru ia bid’ah.”
Al-Izz bin Abdussalam berkata, “Berjabat tangan ba’da shalat Shubuh dan Ashar termasuk bid’ah, kecuali bagi orang yang datang dan berkumpul dengan orang yang dia salami sebelum shalat.”
Jadi ba’da salam mushalli beristighfar tiga kali dan membaca wirid-wirid yang ma`tsur tanpa menjabat tangan tetangganya. Wallahu a'lam
Indonesia on Facebook:
FaceBook on
Shubuh | 04:13 |
Terbit Fajar | 05:25 |
Dzuhur | 11:37 |
Ashar | 14:58 |
Maghrib | 17:49 |
Isya | 18:57 |
Jadwal Sholat
Silahkan klik link ini :
FaceBook komunitas islam belajar bersama-sama ilmu agama
FaceBook komunitas islam belajar bersama-sama ilmu agama
Joint FaceBook
Seseorang bertanya kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, terangkan kepadaku, apa yang paling berat dan apa yang paling ringan dalam beragama Islam?"
Nabi bersabda, "Yang paling ringan dalam beragama Islam ialah membaca syahadat atau kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah."
"Sedang yang paling berat adalah hidup jujur (dapat dipercaya). Sesungguhnya, tidak ada agama bagi orang yang tidak jujur. Bahkan, tidak ada shalat dan tidak ada zakat bagi mereka yang tidak jujur." (HR Ahmad Bazzar).
Kalau seseorang itu beriman, mestinya ia yang jujur. Kalau tidak jujur, berarti tidak beriman. Kalau orang rajin shalat, mestinya juga jujur. Kalau tidak jujur, berarti sia-sialah shalatnya. Kalau orang sudah berzakat, mestinya ia juga jujur. Kalau tidak jujur, berarti zakatnya tidak memberi dampak positif bagi dirinya.
Anas RA berkata, "Dalam hampir setiap khutbahnya, Nabi SAW selalu berpesan tentang kejujuran. Beliau bersabda, 'Tidak ada iman bagi orang yang tidak jujur. Tidak ada agama bagi orang yang tidak konsisten memenuhi janji'."
HR Ahmad Bazzar Thobaroni menyebutkan sahabat Abu Hurairah RA berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ciri orang munafik itu ada tiga, yaitu bicara dusta, berjanji palsu, dan ia berkhianat jika mendapat amanat (tidak jujur)'." (HR Bukhari).
Abdullah bin Utsman berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ada empat sikap yang kalau ada pada diri seseorang maka yang bersangkutan adalah munafik tulen, yaitu kalau dapat amanat, ia berkhianat (tidak jujur); kalau berkata, selalu bohong; kalau berjanji, janjinya palsu; kalau berbisnis, licik'." (HR Bukhari Muslim).
Orang jujur itu disayangi Allah. Dan, orang yang tidak jujur dimurkai Allah SWT. Kejujuran menjadi salah satu sifat utama para Nabi, salah satu akhlak penting orang-orang yang saleh.
Kejujuran adalah kunci keberkahan. Kalau kejujuran sudah hilang di tengah-tengah masyarakat, keberkahannya pun akan hilang pula. Dan, apabila keberkahan sudah hilang, kehidupan menjadi kering, hampa tanpa makna.
Kehidupan diwarnai dengan kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan, kecemasan, dan kekecewaan karena sulit mencari manusia yang jujur.
Nabi bersabda, "Yang paling ringan dalam beragama Islam ialah membaca syahadat atau kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah."
"Sedang yang paling berat adalah hidup jujur (dapat dipercaya). Sesungguhnya, tidak ada agama bagi orang yang tidak jujur. Bahkan, tidak ada shalat dan tidak ada zakat bagi mereka yang tidak jujur." (HR Ahmad Bazzar).
Kalau seseorang itu beriman, mestinya ia yang jujur. Kalau tidak jujur, berarti tidak beriman. Kalau orang rajin shalat, mestinya juga jujur. Kalau tidak jujur, berarti sia-sialah shalatnya. Kalau orang sudah berzakat, mestinya ia juga jujur. Kalau tidak jujur, berarti zakatnya tidak memberi dampak positif bagi dirinya.
Anas RA berkata, "Dalam hampir setiap khutbahnya, Nabi SAW selalu berpesan tentang kejujuran. Beliau bersabda, 'Tidak ada iman bagi orang yang tidak jujur. Tidak ada agama bagi orang yang tidak konsisten memenuhi janji'."
HR Ahmad Bazzar Thobaroni menyebutkan sahabat Abu Hurairah RA berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ciri orang munafik itu ada tiga, yaitu bicara dusta, berjanji palsu, dan ia berkhianat jika mendapat amanat (tidak jujur)'." (HR Bukhari).
Abdullah bin Utsman berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ada empat sikap yang kalau ada pada diri seseorang maka yang bersangkutan adalah munafik tulen, yaitu kalau dapat amanat, ia berkhianat (tidak jujur); kalau berkata, selalu bohong; kalau berjanji, janjinya palsu; kalau berbisnis, licik'." (HR Bukhari Muslim).
Orang jujur itu disayangi Allah. Dan, orang yang tidak jujur dimurkai Allah SWT. Kejujuran menjadi salah satu sifat utama para Nabi, salah satu akhlak penting orang-orang yang saleh.
Kejujuran adalah kunci keberkahan. Kalau kejujuran sudah hilang di tengah-tengah masyarakat, keberkahannya pun akan hilang pula. Dan, apabila keberkahan sudah hilang, kehidupan menjadi kering, hampa tanpa makna.
Kehidupan diwarnai dengan kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan, kecemasan, dan kekecewaan karena sulit mencari manusia yang jujur.