Indonesia on Facebook:
FaceBook on


Shubuh 04:13
Terbit Fajar 05:25
Dzuhur 11:37
Ashar 14:58
Maghrib 17:49
Isya 18:57
Untuk Jakarta & sekitarnya

Jadwal Sholat

Joint FaceBook


Seseorang bertanya kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, terangkan kepadaku, apa yang paling berat dan apa yang paling ringan dalam beragama Islam?"

Nabi bersabda, "Yang paling ringan dalam beragama Islam ialah membaca syahadat atau kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah."

"Sedang yang paling berat adalah hidup jujur (dapat dipercaya). Sesungguhnya, tidak ada agama bagi orang yang tidak jujur. Bahkan, tidak ada shalat dan tidak ada zakat bagi mereka yang tidak jujur." (HR Ahmad Bazzar).

Kalau seseorang itu beriman, mestinya ia yang jujur. Kalau tidak jujur, berarti tidak beriman. Kalau orang rajin shalat, mestinya juga jujur. Kalau tidak jujur, berarti sia-sialah shalatnya. Kalau orang sudah berzakat, mestinya ia juga jujur. Kalau tidak jujur, berarti zakatnya tidak memberi dampak positif bagi dirinya.

Anas RA berkata, "Dalam hampir setiap khutbahnya, Nabi SAW selalu berpesan tentang kejujuran. Beliau bersabda, 'Tidak ada iman bagi orang yang tidak jujur. Tidak ada agama bagi orang yang tidak konsisten memenuhi janji'."

HR Ahmad Bazzar Thobaroni menyebutkan sahabat Abu Hurairah RA berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ciri orang munafik itu ada tiga, yaitu bicara dusta, berjanji palsu, dan ia berkhianat jika mendapat amanat (tidak jujur)'." (HR Bukhari).

Abdullah bin Utsman berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ada empat sikap yang kalau ada pada diri seseorang maka yang bersangkutan adalah munafik tulen, yaitu kalau dapat amanat, ia berkhianat (tidak jujur); kalau berkata, selalu bohong; kalau berjanji, janjinya palsu; kalau berbisnis, licik'." (HR Bukhari Muslim).

Orang jujur itu disayangi Allah. Dan, orang yang tidak jujur dimurkai Allah SWT. Kejujuran menjadi salah satu sifat utama para Nabi, salah satu akhlak penting orang-orang yang saleh.

Kejujuran adalah kunci keberkahan. Kalau kejujuran sudah hilang di tengah-tengah masyarakat, keberkahannya pun akan hilang pula. Dan, apabila keberkahan sudah hilang, kehidupan menjadi kering, hampa tanpa makna.

Kehidupan diwarnai dengan kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan, kecemasan, dan kekecewaan karena sulit mencari manusia yang jujur.

SUNNAH - SUNNAH DALAM SHALAT

1. Mengangkat kedua tangan saat takbiratul Ihram

Ulama Malikiyah dan Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa disunnahkan untuk mengangkat tangan saat takbiratul ihram, yaitu setinggi kedua pundak. Dalilnya adalah hadits berikut ini :



أَنَّ النَّبِيَّ صلّى الله عليه وسلّم كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افتَتَح الصَّلاةَ . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.



Artinya:

“Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya saat memulai shalatnya.” (HR. Muttafaq ‘Alaihi)

Dan Ulama Hanafiyah menyebutkan bahwa laki-laki mengangkat tangan hingga kedua telinganya sedangkan wanita mengangkat sebatas pundaknya saja. Dalilnya adalah hadits yang di riwayatkan oleh sahabat bernama Wail bin Juhr ra. :



رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ التَّكْبِيرِ

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir.” [HR. Ahmad dan yang lainnya dengan lafazh yang serupa]



Dari Al-Barra’ bin Azib bahwa Rasulullah SAW bila shalat mengangkat kedua tangannya hingga kedua jempol tangannya menyentuh kedua ujung telinganya (HR. Ahmad, Ad-Daruquthny)



Sedangkan Ulama Mazhab Hanabilah menyebutkan bahwa seseorang boleh memilih mengangkat tangan sejajar pundak atau mengangkat tangannya hingga kedua ujung telinganya. Dalilnya adalah bahwa keduanya memang punya dasar hadits yang bisa dijadikan sandaran. Saat mengangkat kedua tangan, dianjurkan agar jari-jari terbuka tidak mengepal, sebagaimana pendapat jumhur. Serta menghadap keduanya ke arah kiblat.



2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri

Jumhur ulama selain Al-Malikiyah mengatakan bahwa disunnahkan untuk meletakkan tapak tangan kanan di atas tapak tangan kiri. Dalilnya adalah hadits berikut ini :

Dari Wail bin Hujr -radhiallahu anhu-:



أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ -وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ- ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى. فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنْ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهُمَا, ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ. فَلَمَّا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, رَفَعَ يَدَيْهِ. فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ



Artinya:

“Bahwasanya dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya ketika mulai shalat sambil bertakbir -Hammam menggambarkannya, “Kedua tangannya diangkat hingga sejajar kedua telinganya-, kemudian beliau memasukkan semua tubuh beliau ke dalam pakaian beliau, kemudian meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Ketika beliau ingin ruku’ maka beliau mengeluarkan kedua tangannya dari bajunya kemudian mengangkat keduanya, kemudian bertakbir, lalu ruku’. Tatkala beliau mengucapkan, “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH,” beliau mengangkat kedua tangannya. Tatkala beliau sujud, maka beliau bersujud di antara kedua telapak tangannya.” (HR. Muslim no. 401)

Sedangkan di mana diletakkan kedua tangan itu, para ulama sejak dahulu memang berbeda pendapat. Ada yang mengatakan di bawah pusar, ada juga yang mengatakan di antara dada dan pusat, dan ada juga yang mengatakan di dada.



Pendapat Pertama , kedua tangan diletakkan pada an-nahr. An-nahr adalah anggota badan antara di atas dada dan di bawah leher.



Pendapat Kedua , kedua tangan diletakkan di atas dada. Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’iy pada salah satu riwayat darinya, pendapat yang dipilih oleh Ibnul Qayyim Al-Jauzy dan Asy-Syaukany, serta merupakan amalan Ishaq bin Rahawaih. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Al-Albany dalam kitab Ahkamul Jana` iz dan Sifat Shalat Nabi .



Pendapat Ketiga , kedua tangan diletakkan di antara dada dan pusar (lambung/perut). Pendapat ini adalah sebuah riwayat pada madzhab Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad, sendebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Authar . Papat ini dikuatkan oleh Al-Imam Nawawy dalam Madzhab Asy-Syafi’i, dan merupakan pendapat Sa’id bin Jubair dan Daud Azh-Zhahiry sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawy dalam Kitab-Majmu’ (3/313).



Pendapat Keempat , kedua tangan diletakkan di atas pusar. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan dinukilkan dari Ali bin Abi Thalib dan Sa’id bin Jubair.



Pendapat Kelima , kedua tangan diletakkan di bawah pusar. Ini adalah pendapat madzhab Hanafiyah bagi laki-laki, Asy-Syafi’iy dalam sebuah riwayat, Ahmad, Ats-Tsaury dan Ishaq



Pendapat Keenam , kedua tangan bebas diletakkan dimana saja: di atas pusar, di bawahnya, atau di atas dada.

Imam Ahmad ditanya, “Dimana seseorang meletakkan tangannya apabila ia shalat?” Beliau menjawab, “Di atas atau di bawah pusar.” Semua itu ada keluasan menurut Imam Ahmad diletakkan di atas pusar, sebelumnya atau di bawahnya. Lihat Bada`i’ul Fawa`id 3/91 karya Ibnu Qayyim.

Berkata Imam Ibnu Mundzir sebagaimana dalam Kitab Nailul Authar , “Tidak ada sesuatu pun yang tsabit (baca: shahih) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, maka ia diberi pilihan.” Perkataan ini serupa dengan perkataan Ibnu Qayyim sebagaimana yang dinukil dalam Hasyiah Ar-Raudh Al-Murbi’ (2/21).



Pendapat ini merupakan pendapat para ulama di kalangan shahabat, tabi’in dan setelahnya. Demikian dinukil oleh Imam At-Tirmidzy.



Ibnu Qasim, dalam Hasyiah Ar-Raudh Al-Murbi’ (2/21), menisbahkan pendapat ini kepada Imam Malik.



Pendapat ini (keenam) yang dikuatkan oleh Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muqbil bin Hady Al-Wadi’iy rahimahullah karena tidak ada hadits yang shahih tentang penempatan kedua tangan saat berdiri melaksanakan shalat.



3. Melihat ke tempat sujud

Ulama Syafi’iyah dan para ulama lainnya mengatakan bahwa melihat ke arah tempat sujud adalah bagian dari sunnah shalat. Sebab hal itu lebih dekat ke arah khusyu’. Selain itu memang ada dalilnya.

Dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila memulai shalat, tidak melihat kecuali ke arah tempat sujudnya. (Hadits Daif, Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini tidak diketahuinya)

Kecuali saat tahiyat, maka pandangan diarahkan ke jari tangan kanannya. Sebagaimana hadits berikut :





Dari Abdullah bin Zubair ra bahwa apabila Rasulullah SAW duduk dalam tasyahhud, beliau meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya dan meletakkan tangan kirinya di atas tangan kirinya lalu menunjuk dengan telunjuknya dan pandangan matanya tidak lepas dari telunjuknya itu”. (HR. Ahmad, An-Nasai, Abu Daud).



4. Doa istiftah (doa tsana`)

Doa istiftiftah juga seringkali disebut dengan doa iftitah atau do’a tsana’. Semuanya merujuk pada lafadz yang sama. Hukum membacanya adalah sunnah menurut jumhur ulama, kecuali Al-Malikiyah yang menolak kesunnahannya.

Sedangkan lafadznya memang sangat banyak versinya. Dan bisa dikatakan bahwa semuanya bersumber dari Rasulullah SAW. Di antaranya :



سبحانك اللهم وبحمدك وتبارك اسمك وتعالى جدك ولا إله غيرك



Maha suci Engaku dan segala puji untuk-Mu. Diberkahilah asma-Mu, tinggilah keagungan-Mu. Dan tiada tuhan kecuali Engkau.



Lafaz ini diriwayatkan oleh Asiyah ra dengan perawi Abu Daud dan Ad-Daruquthuny.



وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين. إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب

العالمين لا شريك له وبذالك أمرت وأنا من المسلمين



Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri sedangkan aku bukan bagian dari orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.Tiada sekutu baginya dan dengan itulah aku diperintahkan. Dan aku termasuk bagian dari orang-orang muslim.



Lafaz ini sampai kepada kita lewat perawi yang kuat seperti Imam Muslim, Ahmad dan Tirmizy dan dishahihkan oleh Ali bin Abi Thalib. Lafaz ini sebenarnya juga lafadz yang juga ada di dalam ayat Al-Quran Al-Kariem, kecuali bagian terakhir tanpa kata “awwalu”.



Selain itu juga ada lafdz lainnya seperti di bawah ini :



اللهم باعد بيني وبين خطايا كما باعدت بين المشرق والمغرب، اللهم نقني من الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من الدنس ، اللهم اغيلني بالماء والثلج والبرد



Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engaku mensucikan pakaian dari kotoran. Ya Allah, mandikan aku dengan air, salju dan embun”.



5. Mengucapkan Amin



Dalilnya adalah hadits nabi berikut ini:



وَعَنْ نُعَيْمٍ اَلْمُجَمِّرِ t قَالَ : صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ : (بِسْمِ اَللَّهِ اَلرَّحْمَنِ اَلرَّحِيمِ) . ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ اَلْقُرْآنِ , حَتَّى إِذَا بَلَغَ : (وَلا اَلضَّالِّينَ) , قَالَ : “آمِينَ” وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ , وَإِذَا قَامَ مِنْ اَلْجُلُوسِ : اَللَّهُ أَكْبَرُ . ثُمَّ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ : وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لاشْبَهُكُمْ صَلاةً بِرَسُولِ اَللَّهِ r رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ



Artinya:

Dari Nu;aim Al-Mujammir radhiyallahu ‘anhu berkata,”Aku shalat di belakang Abu Hurairah, beliau membaca : “Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian beliau membaca ummul-quran (Al-Fatihah), hingga beliau sampai kata (waladhdhaallin) beliau mengucapkan : Amien. Dan beliau mengucapkannya setiap sujud. Dan bila bangun dari duduk mengucapkan : Allahu akbar. Ketika salam beliau berkata : Demi Allah Yang jiwaku di tangan-Nya, aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Khuzaemah).



Hadist lainnya:



Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Apabila imam mengucapkan “Amien”, maka ucapkanlah juga. Siapa yang amin-nya bersamaan dengan ucapan amin para malaikat, maka Allah mengampunkan dosa-dosanya yang telah lampau.(HR. Jamaah kecuali At-Tirmizy)



6. Merenggangkan kedua tumit

Disunnahkan merenggangkan kedua tumit saat berdiri kira-kira selebar 4 jari. Sebab posisi yang demikian sangat dekat dengan khusyu’. Sedangkan Imam As-syafi’i mengatakan bahwa jaraknya kira-kira sejengkal. Dan makruh untuk menempelkan keduanya karena menghilangkan rasa khusyu’.

Sedangkan Ulama Malikiyah dan Ulama Hanabilah mengatakan disunnahkan untuk merenggangkannya tapi tidak terlalu lebar dan tidak terlalu dekat.



7. Membaca sebagian surat Quran setelah membaca Al-Fatihah

Dasarnya adalah hadits berikut ini :



Dari Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membaca dalam shalat Zhuhur pada dua rakaatnya yang pertama surat Al-Fatihah dan dua surat, beliau memanjangkannya di rakaat pertama dan memendekkannya di rakaat kedua. Beliau SAW membaca dalam shalat Ashar pada dua rakaatnya yang pertama surat Al-Fatihah dan dua surat, beliau memanjangkannya di rakaat pertama dan memendekkannya di rakaat kedua. Dan beliau beliau memanjangkannya di rakaat pertama shalat shubuh dan memendekkannya di rakaat kedua. (HR. Muttafaqun ‘alaihi).

Dari Abu Bazrah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membaca dalam shalat shubuh dari 60-an ayat hingga 100-an ayat.”. (HR. Muttafaqun ‘alaihi)



8. Takbir ketika ruku`, sujud, bangun dari sujud dan berdiri dari sujud.

Dasarnya adalah hadits berikut ini :



Dari Ibnu Mas’ud ra berkata,”Aku melihat nabi SAW bertakbir setiap bangun atau turun, baik berdiri atau duduk”. (HR. Ahmad, An-Nasai dan At-Tirmizy dengan status shahih).

Kecuali pada saat bangun dari ruku’, maka bacaannya adalah “Sami’allahu liman hamidah”. Maknanya, Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya.



9. Meletakkan kedua lutut lalu kedua tangan kemudian wajah ketika turun sujud dan sebaliknya

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Yaitu yang mengatakan tangan dulu baru lutut atau yang sebaliknya, lutut dulu baru tangan. Kedua pendapat itu masing-masing memiliki dalil dari hadits Rasulullah SAW.

Pendapat Pertama: Tangan lebih dulu.

Dari Abi Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”bila kamu sujud, maka janganlah duduk seperti cara duduknya unta. Hendaklah dia meletakkan tangannya terlebih dahulu sebelum lututnya.

Para fuqoha yang berpendapat bahwa tangan terlebih dahulu sebelum lutut diantaranya adalah: Al-Hadawiyah, Imam Malik menurut sebagian riwayat dan Al-auza‘i.

Pendapat Kedua: Lutut lebih dulu. Dari Wail bin Hujr berjata,”Aku melihat Rasulullah SAW bila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum tangannya.



Sedangkan para fuqoha yang berpendapat bahwa lutut terlebih dahulu sebelum tangan di antaranya adalah: mazhab Imam Abu Hanifah dan mazhab Imam Asy-Syafi‘i serta menurut sebagian riwayat mazhab Imam Malik.

Mereka menolak pendapat yang mengatakan bahwa tangan yang diletakkan terlebih dahulu sebelum lutut karena menurut anggapan mereka hadits yang digunakan golongan ini terdapat masalah. Karena dalam matannya ada ketidak konsistenan. Yaitu disebutkan bahwa jangan duduk seperti duduknya unta, lalu diteruskan dengan perintah untuk meletakkan tangan terlebih dahulu. Hal ini justru bertentangan. Karena unta itu bila duduk, justru kaki depannya terlebih dahulu baru kaki belakang. Sedangkan perintahnya jangan menyamai unta, artinya seharusnya kaki terlebih dahulu baru tangan.



Ketidak-konsistenan ini dikomentari oleh Ibnul Qayyim bahwa ada kekeliruan dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-bukhari ini. Yaitu terbaliknya perintah, seharusnya bunyi perintahnya adalah untuk meletakkan lutut terlebih dahulu baru tangan. Dan kemungkinan terbaliknya suatu lafaz dalam hadits (oleh perawinya) bukan hal yang tidak mungkin.



10. Sunnah dalam sujud

Disunnahkan untuk memperbanyak doa pada saat sujud. Dengan dalil sunnah beriku ini.

“Seorang hamba terdekat dengan tuhannya pada saat sedang sujud, maka perbanyaklah doa pada saat sujud itu, pastilah akan dikabulkan”.(HR. Muslim)

Dari Abi Said ra berkata bahwa Nabi SAW bersabda,”Wahai Muaz, bila kamu meletakkan wajahmu dalam sujud, katakanlah : Ya Allah, tolonglah aku untuk bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu.”



11. Doa saat duduk di antara dua sujud

Menurut mazhab As-Syafi’iyah, Al-Hanabilah dan Al-Malikiyah, doa yang dibaca ketika duduk antara 2 sujud adalah lafadz berikut ini.



رب اغفرلي وارحمني واجبرني وارفعني وارزقني واهدني وعافني

Artinya : Ya Allah, ampunilah aku, kasihilah aku, berikah aku kekuatan, angkatlah aku, beri aku rezeki, tunjuki aku dan sehatkan aku”.



Dalilnya adalah riwayat berikut ini :

Dari Huzaifah ra berkata bahwa dirinya shalat bersama dengan Rasulullah SAW. Beliau mengucapkan antara dua sujud : Rabbighfirli”.(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)



12. Shalawat kepada nabi pada tasyahud akhir



Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa shalawat kepada nabi dalam tasyahhud akhir hukumnya wajib. Sedangkan shalawat kepada keluarga beliau SAW hukumnya sunnah menurut As-Syafi`iyah dan hukumnya wajib menurut Al-Hanabilah. (lihat kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173 dan kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 541).

Sedangkan menurut Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, membaca shalawat kepada nabi pada tasyahhud akhir hukumnya hanya sunnah. (lihat kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319).

Adapun lafaz shalawat kepada nabi dalam tasyahud akhir seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW adalah :

Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka hamidun majid.(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)



Artinya : Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sebagaimana shalawat-Mu kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana barakah-Mu kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Agung.



13. Doa sesudah shalawat pada tasyahhud akhir

Diantara doa yang masyhur dan ma`tsur (diwariskan dari nabi SAW) adalah lafaz berikut ini :

“Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina azabannar.”

Atau lafaz berikut ini

Allahumma inni zhalamtu nafsi zhulman katsira, wa innahu la yaghfiruz-zunuba illa anta, faghfirli maghfiratan min indika, warhamni innaka antal ghafururrahim. (HR. Bukhari dan Muslim, lafaznya dari muslim diriwwayatkan dari hadits Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, lihat Nailul Authar jilid 2 halaman 287)



Artinya : Ya Allah, sungguh aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang besar. Tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa itu kecuali Engkau. Maka ampunilah diriku dengan ampunan dari-Mu. Kasihanilah diriku ini karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. (HR. Bukhari dan Muslim dan lafaznya dari Muslim)



Atau lafaz ini

Allahumma inni audzu bika min azabi jahannam, wa min azabil qabri, wa min fityatil mahya wa mamat, wa min syarri fitnati masihid-dajjal.



Artinya : Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari dari azab jahannam, dan dari azab kubur, dan dari fitnah makhluk hidup dan makhluk mati, dan dari fitnah al-masih Dajjal.

Dalilnya adalah hadits berikut ini :

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila kalian telah selesai dari tasyahhud akhir maka berlindunglah kepada Allah dari empat hal : [1] dari azab jahannam, [2] dari azab kubur, [3] dari fitnah makhluk hidup dan makhluk mati, [4] dari fitnah al-masih Dajjal.

Bahkan sebagian ulama mewajibkan untuk membaca doa ini dalam tasyahhud akhir. (lihat Subulus Salam jilid 1 halaman 194).



14. Menoleh ke kanan dan ke kiri saat mengucap dua salam

Dari Said bin Abi Waqqash ra berkata,`Aku melihat NAbi SAW melakukan salam ke kanan dan ke kiri hingga terlihat putih pipi beliau`.(HR. Muslim)

Dalam lain riwayat disebutkan

`NAbi SAW melakukan salam ke kanan hingga terlihat putih pipi beliau dan melakukan salam ke kiri hingga terlihat putih pipi beliau`.(HR. Ad-Daruquthuny)

As-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa ketika memulai lafaz salam (assalamu `alaikum), wajah masih menghadap kiblat. Ketika mengucapkan (warahmatullah), barulah menoleh ke kanan dan ke kiri.



15. Melirihkan salam yang kedua

Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah menyunnahkan untuk melirihkan ucapan salam kedua dan mengeraskan ucapan salam yang pertama. Demikian juga dengan Al-Malikiyah, mereka mengatakan disunnahkan untuk melirihkan salam yang kedua dan menjaharkan salam yang pertama, baik sebagai imam, sebagai makmum atau pun bila shalat sendiri.



16. Menunggu bagi makmum hingga imam selesai dengan dua salamnya

Disunnahkan bagi makmum untuk tidak segera mengucapkan salam kecuali setelah imam selesai dengan kedua salamnya. Hal itu dikarenakan untuk berjaga-jaga apabila ternyata imam masih akan melakukan sujud sahwi. Menunda salam bagi makmum hingga imam selesai dengan kedua salamnya adalah sunnah menurut Al-Hanafiyah.



17. Khusyu`, tadabbur dalam bacaan shalat dan zikir

AL-Imam As-Syafi`i menyebutkan bahwa disunnahkan untuk melakukan shalat dengan khusyu` serta tadabbur (merenungkan) bacaan Al-Quran pada shalat. Termasuk juga bacaan-bacaan lain (zikir) dalam shalat. Beliau juga menyunnahkan untuk memulai shalat dengan segenap konsentrasi, mengosongkan hati dari segala pikiran duniawi, karena hal itu lebih memudahkan seseorang untuk bisa khusyu` dalam shalatnya.



Selain yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, masih ada sunnah-sunnah shalat yang lain, yaitu :

1. Membaca isti’adzah (auzubillahi minasy syaithaanir rajiim) sebelum membaca al-Fatihah di rakaat pertama.



2. Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud, yaitu :



- A. ”Sub hanaka allahumma wabihamdika allahummagh firli”

(”Mahasuci Engkau wahai Thuhan dan dengan memujiMu ampunilah aku”)

pada saat ruku atau sujud

atau,

- B. ”Sub hana rabbiyal’adhim” (3x) (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung”) (HR. Ahmad, Abu Daud & Ibnu Majah). Pada saat ruku’ dan ”Sub hana rabbiyal’ a’laa” 3x (”Mahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi”) pada saat sujud.



3. Membaca “Sami’al Laahu liman hamidah” (Allah mendengar siapa yang memuji-Nya) dan dilanjtkan dengan “rabbana lakal hamdu” (Ya Rabb Kami, bagi-Mu segala puji) di waktu iktidal (berdiri dari ruku’)



4. Duduk sejenak sebelum berdiri dari sujud pada rakaat pertama dan ketiga. Diriwayatkan dari Malik bin Huwairits,

“Bahwa ia melihat Nabi SAW shalat, maka apabila ia berada pada rakaat ganjil dari shalatnya, maka ia tidak berdiri sehingga lurus duduknya” (HR. Bukhari)



5. Duduk tawaruk (bersimpuh ) pada tasyahud akhir.



6. Menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud. Dalam masalah ini ada dua pendapat yaitu: pendapat pertama menggerakkan telunjuk selama tasyahud dan pendapat kedua menggerakkan telunjuk hanya pada kalimat syahadatain.



7. Menoleh dengan sempurna ketika salam sehingga kelihatan pipinya dari belakang. Dari ibnu Mas’ud : ” Bahwasanya Nabi Saw mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri dengan “Assalamu Alaikum wr.wb.” sehingga kelihatan putih pipinya (HR. Ahmad



Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.