Indonesia on Facebook:
FaceBook on


Shubuh 04:13
Terbit Fajar 05:25
Dzuhur 11:37
Ashar 14:58
Maghrib 17:49
Isya 18:57
Untuk Jakarta & sekitarnya

Jadwal Sholat

Joint FaceBook


Seseorang bertanya kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, terangkan kepadaku, apa yang paling berat dan apa yang paling ringan dalam beragama Islam?"

Nabi bersabda, "Yang paling ringan dalam beragama Islam ialah membaca syahadat atau kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah."

"Sedang yang paling berat adalah hidup jujur (dapat dipercaya). Sesungguhnya, tidak ada agama bagi orang yang tidak jujur. Bahkan, tidak ada shalat dan tidak ada zakat bagi mereka yang tidak jujur." (HR Ahmad Bazzar).

Kalau seseorang itu beriman, mestinya ia yang jujur. Kalau tidak jujur, berarti tidak beriman. Kalau orang rajin shalat, mestinya juga jujur. Kalau tidak jujur, berarti sia-sialah shalatnya. Kalau orang sudah berzakat, mestinya ia juga jujur. Kalau tidak jujur, berarti zakatnya tidak memberi dampak positif bagi dirinya.

Anas RA berkata, "Dalam hampir setiap khutbahnya, Nabi SAW selalu berpesan tentang kejujuran. Beliau bersabda, 'Tidak ada iman bagi orang yang tidak jujur. Tidak ada agama bagi orang yang tidak konsisten memenuhi janji'."

HR Ahmad Bazzar Thobaroni menyebutkan sahabat Abu Hurairah RA berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ciri orang munafik itu ada tiga, yaitu bicara dusta, berjanji palsu, dan ia berkhianat jika mendapat amanat (tidak jujur)'." (HR Bukhari).

Abdullah bin Utsman berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Ada empat sikap yang kalau ada pada diri seseorang maka yang bersangkutan adalah munafik tulen, yaitu kalau dapat amanat, ia berkhianat (tidak jujur); kalau berkata, selalu bohong; kalau berjanji, janjinya palsu; kalau berbisnis, licik'." (HR Bukhari Muslim).

Orang jujur itu disayangi Allah. Dan, orang yang tidak jujur dimurkai Allah SWT. Kejujuran menjadi salah satu sifat utama para Nabi, salah satu akhlak penting orang-orang yang saleh.

Kejujuran adalah kunci keberkahan. Kalau kejujuran sudah hilang di tengah-tengah masyarakat, keberkahannya pun akan hilang pula. Dan, apabila keberkahan sudah hilang, kehidupan menjadi kering, hampa tanpa makna.

Kehidupan diwarnai dengan kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan, kecemasan, dan kekecewaan karena sulit mencari manusia yang jujur.

BUAH DARI TAWAKKAL

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Buah dari tawakkal kepada Allah Ta’ala amatlah banyak. Yang paling utama adalah “Allah akan mencukupi segala urusan orang yang bertawakkal.

” Allah Ta’ala berfirman, وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3)

Barangsiapa yang menyandarkan urusannya pada Allah, hanya menyandarkan kepada Allah semata, ia pun mengakui bahwa tidak ada yang bisa mendatangkan kebaikan dan menghilangkan bahaya selain Allah, maka sebagaimana dalam ayat dikatakan, “Allah-lah yang akan mencukupinya.

” Yaitu Allah menyelamatkannya dari berbagai bahaya. Karena yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan. Ketika seseorang bertawakkal pada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, Allah pun membalasnya dengan mencukupinya, yaitu memudahkan urusannya. Allah yang akan memudahkan urusannya dan tidak menyandarkan pada selain-Nya. Inilah sebesar-besarnya buah tawakkal.

Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ “Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu.” (QS. Al Anfal: 64) وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذِ￙ أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ “Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (yang akan mencukupimu) . Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.” (QS. Al Anfal: 62)

Jadi buah yang paling utama dari tawakkal pada Allah adalah Allah akan memberi kecukupan pada orang yang bertawakkal pada-Nya. Oleh karenanya,

Allah berfirman mengenai keadaan Nabi Nuh ‘alaihis salam, di mana beliau berkata pada kaumnya, إِنْ كَانَ كَبُرَ عَلَيْكُمْ مَقَامِي وَتَذْكِيرِي بِآَيَاتِ اللَّه￙ فَعَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْتُ فَأَجْمِعُوا أَمْرَكُمْ وَشُرَكَاءَكُمْ ثُمَ￙ لَا يَكُنْ أَمْرُكُمْ عَلَيْكُمْ غُمَّةً ثُمَّ اقْضُوا إِلَيَّ وَلَ￘ تُنْظِرُونِ
“Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal ( bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat- ayat Allah, maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.” (QS. Yunus: 71)

Allah berfirman mengenai Nabi Hud ‘alaihis salam, أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ (54) مِنْ دُونِهِ

فَكِيدُونِي جَمِيعً￘ ثُمَّ لَا تُنْظِرُونِ (55) إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّ￙ وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آَخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَ￙ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (56)
“Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Rabbku dan Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus.” (QS. Hud: 54-56)

Allah berfirman mengenai Nabi Syu’aib alaihis salam, وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ “Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan ( pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)

Allah berfirman mengenai Nabinya –Muhammad- ‘ alaihish sholaatu was salaam, قُلِ ادْعُوا شُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ كِيدُونِ فَلَا تُنْظِرُونِ (195) إِنَ￙ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّ￙ الصَّالِحِينَ (196) وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَكُمْ وَلَا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ (197) “Katakanlah: “Panggillah berhala-berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian lakukanlah tipu daya ( untuk mencelakakan)-ku. tanpa memberi tangguh ( kepada-ku)”. Sesungguhnya Pelindungku ialah yang telah menurunkan Al kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang shaleh. Dan berhala- berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri.” (QS. Al A’rof: 195-197)

ari penjelasan di atas, Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan mengenai para rasul-Nya yang mulia di mana mereka tidak mendapatkan bahaya dari kaum dan sesembahan kaum mereka. Apa kuncinya? Karena mereka bertawakkal pada Allah. Siapa saja yang bertawakkal pada Allah, pasti Allah akan mencukupinya. Buah tawakkal yang kedua, buah tawakkal yang lain adalah mendapatkan cinta Allah. Allah Ta’ala berfirman, إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron: 159)

Barangsiapa yang benar-benar bertawakkal pada Allah, maka Allah akan mencintainya. Jika Allah telah mencintainya, maka ia akan merasakan kebahagiaan di dunia dan akhirat, ia akan menjadi orang-orang yang dicintai di sisi-Nya dan menjadi wali-Nya. Buah tawakkal yang ketiga, orang yang bertawakkal akan mudah mengerjakan hal yang bermanfaat tanpa ada rasa takut dan gentar kecuali pada Allah. Contohnya, orang yang berjihad di medan perang melawan orang-orang kafir, mereka melakukan hal ini karena mereka tawakkal pada Allah.

Usaha mereka dengan tawakkal inilah yang mendatangkan keberanian dan kekuatan saat itu. Musuh- musuh dan kesulitan di hadapan mereka dianggap ringan berkat tawakkal. Mereka akhirnya jika toh mati, akan merasakan mati di jalan Allah. Merekalah yang mendapatkan syahid di jalan Allah. Ini semua karena sebab tawakkal. Buah tawakkal yang keempat, seseorang akan bersemangat dalam mencari rizki, mencari ilmu dan melakukan segala sesuatu yang bermanfaat. Itulah yang namanya orang yang bertawakkal, ia punya semangat dalam melakukan hal-hal bermanfaat semacam ini. Karena ia tahu bahwa Allah akan bersama dan menolong setiap orang yang bertawakkal.

Akhirnya ia pun bersamangat ketika dalam perkara agama dan dunianya yang bermanfaat, ia jadinya tidak bermalas-malasan. Kita dapat menyaksikan bahwa para sahabat radhiyallahu ‘anhum, merekalah orang yang paling bersemangat. Mereka benar-benar merealisasikan tawakkal pada Allah. Sampai-sampai karena sifat ini yang mereka miliki, mereka bisa menaklukan berbagai negeri di ujung timur dan barat melalui jihad mereka. Mereka pun membuka hati melalui dakwah mereka di jalan Allah. Ini semua bisa terwujud karena mereka benar-benar merealisasikan tawakkal pada

Allah. Allah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِه￙ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّة￙ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيه￙ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” (QS. Al Maidah: 54).


Mereka sama sekali tidak takut pada celaan orang yang mencela ketika mereka berjuang di jalan Allah. Bisa demikian karena mereka benar-benar merealisasikan tawakkal pada Allah. Mereka benar-benar menyandarkan dirinya pada Allah dan mereka tidak berpaling pada yang lain, baik ketika
itu manusia ridho atau pun tidak. Yang senantiasa mereka cari adalah ridho Allah.

Dalam hadits disebutkan, من التمس رضا الله بسخط الناس رضي الله عنه وأرضى عنه الناس ، ومن التمس رض￘ الناس بسخط الله سخط الله عليه وأسخط عليه الناس “Barangsiapa yang mencari ridho Allah dan awalnya manusia murka (tidak suka),

maka Allah akan ridho padanya dan membuat manusia pun akan ridho padanya. Sedangkan barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan akan membuat manusia pun murka.”

[1] Bersandar pada Allah dan tawakkal pada-Nya serta menyerahkan segala urusan pada Allah Ta’ala, itulah yang menjadi asas tauhid, asas amal dan asas kebaikan. Bahkan Allah menjadi tawakkal ini syarat keimanan. Allah Ta’ala berfirman, وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al Maidah: 23)

Pelajaran Penting Ada pelajaran penting yang mesti diperhatikan dalam memahami arti tawakkal. Tawakkal harus terkumpul dalamnya dua syarat yaitu:

(1) menyandarkan hati pada Allah, dan


(2) melakukan usaha (sebab). Sehingga tidak benar jika orang hanya berusaha namun tidak menyandarkan hatinya pada Allah karena segala sesuatu di tangan Allah. Dan tidak tepat pula jika seseorang hanya bersandar pada Allah, namun tidak ada usaha yang ia lakukan. Ada sebuah kisah yang bisa jadi pelajaran.

‘Umar bin Khottob pernah melihat sekelompok orang yang ngaku- ngaku sebagai orang yang bertawakkal, namun mereka tidak melakukan usaha apa-apa. ‘Umar bertanya pada mereka, “Siapa kalian?” “Kami adalah mutawakkiluun, orang yang bertawakkal”, jawab mereka. ‘Umar lantas menjawab,

“Tidak. Kalian adalah muta-akkalun (artinya, orang yang hanya menanti diberi makan).” Yaitu mereka itu sebenarnya hanyalah orang yang hanya butuh pada uluran tangan orang lain dan bukan orang yang bertawakkal. Karena orang yang bertawakkal harusnya melakukan usaha.

‘Umar bin Al Khottob pun pernah mengatakan, لقد علمتم أن السماء لا تمطر ذهبا ولا فضة “Kalian telah mengetahui bahwa langit sama sekali tidak menurunkan hujan emas atau hujan perak.” Ini beliau katakan untuk mengingkari orang yang hanya duduk untuk ibadah namun tidak punya untuk meraih rizki. Mereka sebenarnya orang-orang pemalas yang butuh ularan tangan orang lain. Lantas

‘Umar pun menghardik mereka. Lalu mengatakan perkataan di atas. Demikian penjelasan singkat mengenai buah tawakkal yang kami sarikan dari penjelasan Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah (Ulama besar di Kerajaan Saudi Arabia, Riyadh)

MENUAI PAHALA DENGAN KESABARAN

Menuai pahala dengan kesabaran



Kadang terdengar keluhan dari para suami tentang istri-istri mereka terutama yang mempunyai anak yang masih kecil, tatkala mereka sedang mengalami sebuah ujian dari Alloh yang ditimpakan kepada anaknya, seperti ketika anaknya bandel, sedang sakit dan semisalnya,

maka terdengarlah ucapan-ucapan yang apabila direnungkan,

siapa saja yang mengatakannya akan menyesal seperti ucapan

"Aku menyesal punya anak!" atau "Kalau repot begini lebih baik tidak

punya anak!" atau "Kalau repot begini satu anak saja cukup!" dan

ungkapan-ungkapan semisal. Ungkapan-ungkapan di atas

sebenarnya menyelisihi aiaran agama lslam, sebab utamanya

lantaran kurangnya kesabaran seorang ibu terhadap segala yang

menimpa pada diri dan anaknya, padahal sabar adalah satu sifat

yang terpuji dalam Islam dan suatu perangai selalu dianjurkan bagi setiap muslim, baik sabar dalam menjalankan ketaatan, sabar menahan diri dari kemaksiatan dan sabar menerima cobaan.



Alloh berfirman:

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya

(Al-Kahfi 18. 28)



Sebagian kaum wanita membantah dengan berkata "Sabar ada batasnya, sebagai manusia, wajar suatu saat teruca kata-kata seperti itu." Maka kita katakan bahwa sabar tidak lain hanya berkisar pada masalah menahan diri, yaifi dari hati yang sedang murkar, dari lesan yang berkata kotor, dan dari anggota badan (seperti tangan) dari berbuat aniaya (baik terhadap diri sendiri atau orang lain).

Dari definisi sabar di atas, memang kadang terasa berat dilakukan tetapi semuanya menjadi ringan kalau dikembalikan kepada buah yang timbul dari kesabaran, sebagaimana pepatah mengatakani;



Dan sabar itu sama seperti namanya yang pahit dirasa

Akan tetapi akibatnya lebih manis daripada madu



Sabar beristiqamah dalam mendidik anak



Hakikat sabar adalah kemampuan menahan diri untuk

terus-menerus melaksanakanperbuatan yang dianjurkan dan

menahan diri dari suatu yang tidak layak dilakukan, sehingga

segala urusan menjadi baik.



وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya

(Thoha 20. 132)



Seyogyanya kita mengikuti jeiak para Nabi dan orang-orang

sholih terdahulu dalam kesabaran mendidik anak anaknya.

-Dengarlah Luqman al-Hakim yang selalu menasehati anaknya

Supaya menjaga kesempurnaan tauhid, menjauhi segala bentuk ke

syirikan, mengajari berbakti kepada orang tua, menanamkan keyakinan bahwa AIIoh selalu mengawasi hamba-Nya (muroqqobah), memerintahkan sholat dan amar makruf nahi mungkar, sabar terhadap segala musibah, menghilangkan sifat sombong, dan selalu sederhana dalam , menjalani kehidupan



وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ [٣١:١٢]

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".



وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [٣١:١٣]

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".



وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ [٣١:١٤]

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.



وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ [٣١:١٥]

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.



يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ [٣١:١٦]

(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.



يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ [٣١:١٧]

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).



وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ [٣١:١٨]

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

(Luqman 31. 12-18)





Sabar ketika anak sedang sakit



- Alloh selalu menguji seorang hamba dengan ujian yang beragam sesuai dengan hikmah Nya baik berupa sesuatu yang disenangi' atau dibenci. Sudah menjadi sunnatulloh, bahwa suatu ketika seorang anak akan

mengalami sakit semua cobaan bukanlah sia-sia, karena di sinilah ladang pahala bagi orang tua yang bersabar merawatnya dan berharap pahala dari Alloh berupa pahala yang berlipat ganda, bahkan ujian tersebut sebagai, penghapus dosa, sebagai mana dijelaskan oleh Rosululloh n:

Senantiasa orang mukmin laki-laki dan perempuan ditimpa ujian pada diri-diri mereka, anak-anaknya, atau pada hartanya, sehingga berjumpa Alloh dalam keadaan bersih dari dosa.

(Dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih al-Jami' no 5815)



Wahai para orang tua; ketahuilah bahwa semua cobaan datangnya dari Alloh janganlah putus asa menghadapi cobaan betapa banyak mereka yang sakitnya lebih parah, tetapi mereka masih diberi umur yang panjang sebaliknya, betapa banyak anak yang sehat, tetapi tanpa diketahui sebab yang jelas, tiba-tiba Alloh mengambil mereka dari orang tuanya, ini menunjukkan bahwa ajal sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa.



Utusan Alloh Nabi Ayyub r ketika ditimpa musibah berupa penyakit yang sangat parah beliau selalu berdoa kepada Alloh yang Maha Pengasih dan Yang menyembuhkan segala penyakit.

Demikian juga Nabi kita selalu berwasiat kepada siapa saja yang ditimpa musibah supaya bersabar dan berharap pahala dari Alloh sebagaimana sabdanya terhadap seorang wanita yang sedang ditimpa musibah berupa kematian:

“Hendaklah ia bersabda (atas musibah) dan berharap pahala dari Allah”

(HR Bukhari no 1284 dan Muslim no 923)



seorang yang sabar terhadap sesuatu yang menyakitinya, dan selalu lembut dalam menghadapi segala persoalan Alloh berfirman:



يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ [٣:٢٠٠]

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.

(Ali Imron 3. 200)



Ibnu Katsir v berkata:

"Barangsiapa yang ditimpa musibah kemudian dia yakin itu semua adalah keputusan dan takdir Alloh, lalu bersabar dan menerimanya dengan lapang dada maka pasti Alloh mengganti apa yang tidak didapati di dunia dengan petunjuk dalam hatinya yang Iebih baik berupa keyakinan dan sifat jujur, atau (kalau tidak demikian), maka pasti Alloh akan menukar yang tidak didapatinya dengan suatu ganti yang lebih baik lagi"

(Tafsir al Qur’an al Adhim oleh Ibnu Katsir juz 4 hal 366)



Oleh karenanya Rosululloh n mengajari kita cara mendapatkan salah satu ganti yang lebih baik tersebut dengan mengucapkan do'a setelah tertimpa musibah sebagai berikut;



Sesunguhnya kami milik Allah dan sesunggguhnya kami kembali kepada Allah, Ya Allah berilah aku pahala atas musibah ini dan gantilah untukku dengan ganti yang lebih baik darinya”



Rosululloh n mengatakan keutamaan do'a ini dengan sabdanya:



"Seorang muslim apabila tertimpa musibah, lalu mengucapkan do'a tersebut, pasti akan diganti oleh Alloh dengan ganti yang lebih baik lagi" (HR Muslim dengan Syarah Imam Nawawi 3/475)





Do’a ini telah dibuktikan oleh salah seorang shahabat wanita

yang bernama Ummu Salamah yang tertimpa musibah tatkala Abu Salamah (suaminya) meninggal, beliau teringat do’a, lalu diucapkanlah do'a ini walaupun hatinya mengatakan bahwa tiada lagi yang lebih baik dari Abu Salamah lantaran dia seorang shahabat ternama dan orang yang pertama kali hijrah ke Madinah membawa keluarganya. Akan tetapi setelah Ummu Salamah mengucapkan do’a tersebut tak lama kemudian datanglah utusan Nabi kepadanya melamar dirinya buat Rasulullah dan akhirnya menjadilah Ummu Salamah sebagai istri Nabi dan Ummul mukminin dan Allah menganti kematian suaminya dengan kehadiran Rasulullah n yang lebih baik dari Abu Salamah.

(HR Muslim dengan Syarah Imam Nawawi 3/475)



Kematian anak mengantarkan orang tuanya ke surga

Sesungguhya kematian anak adalah sebuah musibah bagi orang tuanya akan tetapi bagi yang bersabar dan mengharap pahala dari Allah niscaya dia mendapatkan pahala bahkan anak yang gugur dari perut ibunya menjadi pahala yang besar bagi orang tuanya yang sabar atas musibah ini sebagaimana Rasulullah n bersabda:

Demi dzat yang diriku berada ditanganNya sungguh anak yang gugur dari perut ibunya akan menarik ibunya kedalam Surga dengan tali pusarnya apabila ibunya mengharap pahala dari Allah”

(HR Ibnu Majah no 1690 dan dishahihkan oleh al Albani dalam Shohih at targhib wa at Tarhib no 2008)



Dalam sabda Rasulullah n:

Anak-anak kalian yang meninggal adalah pelayan di Surga yang berjumpa dengan ayahnya lalu menarik kainnya dan tidak henti hentinya sampai Allah memasukkannya bersama ayahnya ke Surga”

(HR Muslim 8/41, Ahmad 2/488 dan lihat Silsilah Shohihah 431)



Dalam hadits yang lain disebutkan:

Dari Qurroah al Muzani bahwasanya seorang laki laki datang kepada Nabi bersama anaknya lalu Nabi berkata kepadanya”Apakah engkau mencintai dia anakmu dia menjawab, "Wahai Rosululloh Allah mencintaimu, sebagaimana aku mencintai dia (anakku)" Kemudian (tidak lama lagi) Nabi tidak menjumpai anak tersebut lalu beliau bertanya (keada para shahabat): "Ada apa dengan anak fulan?" Mereka menjawab:"Telah meninggal wahai RosuIullah” Kemudian Rosululloh

bersabda (kepada laki-laki itu):



"Apakah engkau tidak mau, tatkala

engkau mendatangi salah satu pintu surga, engkau menjumpai anakmu telah menunggumu di pintu surga itu?" Lalu ada orang lain berkata, "Wahai Rosululloh apakah ini khusus (buat si fulan) atau buat kita semua?" Rosululloh menjawab:"Bahkan buat kalian semua”

(HR Ahmad dan Nasa’I dishohihkan oleh Al Albani lihat Misuykat al Mashohih no 1756)



Apabila anak yang meninggal lebih dari satu, maka anak-anak tersebut menjadi penghalang orang tuanya dari api neraka, sebagaimana sabdanya:

"Tidaklah ada di antara kalian wahai wanita yang meninggal dunia tiga

orang anaknya, kecuali (anak-anak tersebut) menjadi Penghalangnya

dari api neraka." Lalu seorang wanita berkata, "Bagaimana kalau

dua anak (yang meninggal)?" Nabi bersabda "Demikian juga dua”

(Hadits ini dishohihkan oleh al Albani dalam shohih wa dho’if al Jami no 5808 Misykat al Mashohih no 1753)





Demikianlah kondisi seorang muslim harus senantiasa sabar

menghadapi segala cobaan dan musibah baik berupa harta, jiwa

dan raga, karena semuanya hanya milik Alloh, kembali kepada

Nya,

SUNNAH - SUNNAH DALAM SHALAT

1. Mengangkat kedua tangan saat takbiratul Ihram

Ulama Malikiyah dan Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa disunnahkan untuk mengangkat tangan saat takbiratul ihram, yaitu setinggi kedua pundak. Dalilnya adalah hadits berikut ini :



أَنَّ النَّبِيَّ صلّى الله عليه وسلّم كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افتَتَح الصَّلاةَ . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.



Artinya:

“Dari Ibnu Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya saat memulai shalatnya.” (HR. Muttafaq ‘Alaihi)

Dan Ulama Hanafiyah menyebutkan bahwa laki-laki mengangkat tangan hingga kedua telinganya sedangkan wanita mengangkat sebatas pundaknya saja. Dalilnya adalah hadits yang di riwayatkan oleh sahabat bernama Wail bin Juhr ra. :



رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ التَّكْبِيرِ

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir.” [HR. Ahmad dan yang lainnya dengan lafazh yang serupa]



Dari Al-Barra’ bin Azib bahwa Rasulullah SAW bila shalat mengangkat kedua tangannya hingga kedua jempol tangannya menyentuh kedua ujung telinganya (HR. Ahmad, Ad-Daruquthny)



Sedangkan Ulama Mazhab Hanabilah menyebutkan bahwa seseorang boleh memilih mengangkat tangan sejajar pundak atau mengangkat tangannya hingga kedua ujung telinganya. Dalilnya adalah bahwa keduanya memang punya dasar hadits yang bisa dijadikan sandaran. Saat mengangkat kedua tangan, dianjurkan agar jari-jari terbuka tidak mengepal, sebagaimana pendapat jumhur. Serta menghadap keduanya ke arah kiblat.



2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri

Jumhur ulama selain Al-Malikiyah mengatakan bahwa disunnahkan untuk meletakkan tapak tangan kanan di atas tapak tangan kiri. Dalilnya adalah hadits berikut ini :

Dari Wail bin Hujr -radhiallahu anhu-:



أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حِينَ دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ كَبَّرَ -وَصَفَ هَمَّامٌ حِيَالَ أُذُنَيْهِ- ثُمَّ الْتَحَفَ بِثَوْبِهِ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى. فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ أَخْرَجَ يَدَيْهِ مِنْ الثَّوْبِ ثُمَّ رَفَعَهُمَا, ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ. فَلَمَّا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ, رَفَعَ يَدَيْهِ. فَلَمَّا سَجَدَ سَجَدَ بَيْنَ كَفَّيْهِ



Artinya:

“Bahwasanya dia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya ketika mulai shalat sambil bertakbir -Hammam menggambarkannya, “Kedua tangannya diangkat hingga sejajar kedua telinganya-, kemudian beliau memasukkan semua tubuh beliau ke dalam pakaian beliau, kemudian meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Ketika beliau ingin ruku’ maka beliau mengeluarkan kedua tangannya dari bajunya kemudian mengangkat keduanya, kemudian bertakbir, lalu ruku’. Tatkala beliau mengucapkan, “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH,” beliau mengangkat kedua tangannya. Tatkala beliau sujud, maka beliau bersujud di antara kedua telapak tangannya.” (HR. Muslim no. 401)

Sedangkan di mana diletakkan kedua tangan itu, para ulama sejak dahulu memang berbeda pendapat. Ada yang mengatakan di bawah pusar, ada juga yang mengatakan di antara dada dan pusat, dan ada juga yang mengatakan di dada.



Pendapat Pertama , kedua tangan diletakkan pada an-nahr. An-nahr adalah anggota badan antara di atas dada dan di bawah leher.



Pendapat Kedua , kedua tangan diletakkan di atas dada. Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’iy pada salah satu riwayat darinya, pendapat yang dipilih oleh Ibnul Qayyim Al-Jauzy dan Asy-Syaukany, serta merupakan amalan Ishaq bin Rahawaih. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Al-Albany dalam kitab Ahkamul Jana` iz dan Sifat Shalat Nabi .



Pendapat Ketiga , kedua tangan diletakkan di antara dada dan pusar (lambung/perut). Pendapat ini adalah sebuah riwayat pada madzhab Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad, sendebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Authar . Papat ini dikuatkan oleh Al-Imam Nawawy dalam Madzhab Asy-Syafi’i, dan merupakan pendapat Sa’id bin Jubair dan Daud Azh-Zhahiry sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawy dalam Kitab-Majmu’ (3/313).



Pendapat Keempat , kedua tangan diletakkan di atas pusar. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan dinukilkan dari Ali bin Abi Thalib dan Sa’id bin Jubair.



Pendapat Kelima , kedua tangan diletakkan di bawah pusar. Ini adalah pendapat madzhab Hanafiyah bagi laki-laki, Asy-Syafi’iy dalam sebuah riwayat, Ahmad, Ats-Tsaury dan Ishaq



Pendapat Keenam , kedua tangan bebas diletakkan dimana saja: di atas pusar, di bawahnya, atau di atas dada.

Imam Ahmad ditanya, “Dimana seseorang meletakkan tangannya apabila ia shalat?” Beliau menjawab, “Di atas atau di bawah pusar.” Semua itu ada keluasan menurut Imam Ahmad diletakkan di atas pusar, sebelumnya atau di bawahnya. Lihat Bada`i’ul Fawa`id 3/91 karya Ibnu Qayyim.

Berkata Imam Ibnu Mundzir sebagaimana dalam Kitab Nailul Authar , “Tidak ada sesuatu pun yang tsabit (baca: shahih) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, maka ia diberi pilihan.” Perkataan ini serupa dengan perkataan Ibnu Qayyim sebagaimana yang dinukil dalam Hasyiah Ar-Raudh Al-Murbi’ (2/21).



Pendapat ini merupakan pendapat para ulama di kalangan shahabat, tabi’in dan setelahnya. Demikian dinukil oleh Imam At-Tirmidzy.



Ibnu Qasim, dalam Hasyiah Ar-Raudh Al-Murbi’ (2/21), menisbahkan pendapat ini kepada Imam Malik.



Pendapat ini (keenam) yang dikuatkan oleh Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muqbil bin Hady Al-Wadi’iy rahimahullah karena tidak ada hadits yang shahih tentang penempatan kedua tangan saat berdiri melaksanakan shalat.



3. Melihat ke tempat sujud

Ulama Syafi’iyah dan para ulama lainnya mengatakan bahwa melihat ke arah tempat sujud adalah bagian dari sunnah shalat. Sebab hal itu lebih dekat ke arah khusyu’. Selain itu memang ada dalilnya.

Dari Ibnu Abbas ra berkata bahwa Rasulullah SAW bila memulai shalat, tidak melihat kecuali ke arah tempat sujudnya. (Hadits Daif, Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini tidak diketahuinya)

Kecuali saat tahiyat, maka pandangan diarahkan ke jari tangan kanannya. Sebagaimana hadits berikut :





Dari Abdullah bin Zubair ra bahwa apabila Rasulullah SAW duduk dalam tasyahhud, beliau meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya dan meletakkan tangan kirinya di atas tangan kirinya lalu menunjuk dengan telunjuknya dan pandangan matanya tidak lepas dari telunjuknya itu”. (HR. Ahmad, An-Nasai, Abu Daud).



4. Doa istiftah (doa tsana`)

Doa istiftiftah juga seringkali disebut dengan doa iftitah atau do’a tsana’. Semuanya merujuk pada lafadz yang sama. Hukum membacanya adalah sunnah menurut jumhur ulama, kecuali Al-Malikiyah yang menolak kesunnahannya.

Sedangkan lafadznya memang sangat banyak versinya. Dan bisa dikatakan bahwa semuanya bersumber dari Rasulullah SAW. Di antaranya :



سبحانك اللهم وبحمدك وتبارك اسمك وتعالى جدك ولا إله غيرك



Maha suci Engaku dan segala puji untuk-Mu. Diberkahilah asma-Mu, tinggilah keagungan-Mu. Dan tiada tuhan kecuali Engkau.



Lafaz ini diriwayatkan oleh Asiyah ra dengan perawi Abu Daud dan Ad-Daruquthuny.



وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض حنيفا مسلما وما أنا من المشركين. إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب

العالمين لا شريك له وبذالك أمرت وأنا من المسلمين



Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi, dengan lurus dan berserah diri sedangkan aku bukan bagian dari orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.Tiada sekutu baginya dan dengan itulah aku diperintahkan. Dan aku termasuk bagian dari orang-orang muslim.



Lafaz ini sampai kepada kita lewat perawi yang kuat seperti Imam Muslim, Ahmad dan Tirmizy dan dishahihkan oleh Ali bin Abi Thalib. Lafaz ini sebenarnya juga lafadz yang juga ada di dalam ayat Al-Quran Al-Kariem, kecuali bagian terakhir tanpa kata “awwalu”.



Selain itu juga ada lafdz lainnya seperti di bawah ini :



اللهم باعد بيني وبين خطايا كما باعدت بين المشرق والمغرب، اللهم نقني من الخطايا كما نقيت الثوب الأبيض من الدنس ، اللهم اغيلني بالماء والثلج والبرد



Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah aku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engaku mensucikan pakaian dari kotoran. Ya Allah, mandikan aku dengan air, salju dan embun”.



5. Mengucapkan Amin



Dalilnya adalah hadits nabi berikut ini:



وَعَنْ نُعَيْمٍ اَلْمُجَمِّرِ t قَالَ : صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ : (بِسْمِ اَللَّهِ اَلرَّحْمَنِ اَلرَّحِيمِ) . ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ اَلْقُرْآنِ , حَتَّى إِذَا بَلَغَ : (وَلا اَلضَّالِّينَ) , قَالَ : “آمِينَ” وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ , وَإِذَا قَامَ مِنْ اَلْجُلُوسِ : اَللَّهُ أَكْبَرُ . ثُمَّ يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ : وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لاشْبَهُكُمْ صَلاةً بِرَسُولِ اَللَّهِ r رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ



Artinya:

Dari Nu;aim Al-Mujammir radhiyallahu ‘anhu berkata,”Aku shalat di belakang Abu Hurairah, beliau membaca : “Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian beliau membaca ummul-quran (Al-Fatihah), hingga beliau sampai kata (waladhdhaallin) beliau mengucapkan : Amien. Dan beliau mengucapkannya setiap sujud. Dan bila bangun dari duduk mengucapkan : Allahu akbar. Ketika salam beliau berkata : Demi Allah Yang jiwaku di tangan-Nya, aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Khuzaemah).



Hadist lainnya:



Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Apabila imam mengucapkan “Amien”, maka ucapkanlah juga. Siapa yang amin-nya bersamaan dengan ucapan amin para malaikat, maka Allah mengampunkan dosa-dosanya yang telah lampau.(HR. Jamaah kecuali At-Tirmizy)



6. Merenggangkan kedua tumit

Disunnahkan merenggangkan kedua tumit saat berdiri kira-kira selebar 4 jari. Sebab posisi yang demikian sangat dekat dengan khusyu’. Sedangkan Imam As-syafi’i mengatakan bahwa jaraknya kira-kira sejengkal. Dan makruh untuk menempelkan keduanya karena menghilangkan rasa khusyu’.

Sedangkan Ulama Malikiyah dan Ulama Hanabilah mengatakan disunnahkan untuk merenggangkannya tapi tidak terlalu lebar dan tidak terlalu dekat.



7. Membaca sebagian surat Quran setelah membaca Al-Fatihah

Dasarnya adalah hadits berikut ini :



Dari Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membaca dalam shalat Zhuhur pada dua rakaatnya yang pertama surat Al-Fatihah dan dua surat, beliau memanjangkannya di rakaat pertama dan memendekkannya di rakaat kedua. Beliau SAW membaca dalam shalat Ashar pada dua rakaatnya yang pertama surat Al-Fatihah dan dua surat, beliau memanjangkannya di rakaat pertama dan memendekkannya di rakaat kedua. Dan beliau beliau memanjangkannya di rakaat pertama shalat shubuh dan memendekkannya di rakaat kedua. (HR. Muttafaqun ‘alaihi).

Dari Abu Bazrah ra berkata bahwa Rasulullah SAW membaca dalam shalat shubuh dari 60-an ayat hingga 100-an ayat.”. (HR. Muttafaqun ‘alaihi)



8. Takbir ketika ruku`, sujud, bangun dari sujud dan berdiri dari sujud.

Dasarnya adalah hadits berikut ini :



Dari Ibnu Mas’ud ra berkata,”Aku melihat nabi SAW bertakbir setiap bangun atau turun, baik berdiri atau duduk”. (HR. Ahmad, An-Nasai dan At-Tirmizy dengan status shahih).

Kecuali pada saat bangun dari ruku’, maka bacaannya adalah “Sami’allahu liman hamidah”. Maknanya, Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya.



9. Meletakkan kedua lutut lalu kedua tangan kemudian wajah ketika turun sujud dan sebaliknya

Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Yaitu yang mengatakan tangan dulu baru lutut atau yang sebaliknya, lutut dulu baru tangan. Kedua pendapat itu masing-masing memiliki dalil dari hadits Rasulullah SAW.

Pendapat Pertama: Tangan lebih dulu.

Dari Abi Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”bila kamu sujud, maka janganlah duduk seperti cara duduknya unta. Hendaklah dia meletakkan tangannya terlebih dahulu sebelum lututnya.

Para fuqoha yang berpendapat bahwa tangan terlebih dahulu sebelum lutut diantaranya adalah: Al-Hadawiyah, Imam Malik menurut sebagian riwayat dan Al-auza‘i.

Pendapat Kedua: Lutut lebih dulu. Dari Wail bin Hujr berjata,”Aku melihat Rasulullah SAW bila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum tangannya.



Sedangkan para fuqoha yang berpendapat bahwa lutut terlebih dahulu sebelum tangan di antaranya adalah: mazhab Imam Abu Hanifah dan mazhab Imam Asy-Syafi‘i serta menurut sebagian riwayat mazhab Imam Malik.

Mereka menolak pendapat yang mengatakan bahwa tangan yang diletakkan terlebih dahulu sebelum lutut karena menurut anggapan mereka hadits yang digunakan golongan ini terdapat masalah. Karena dalam matannya ada ketidak konsistenan. Yaitu disebutkan bahwa jangan duduk seperti duduknya unta, lalu diteruskan dengan perintah untuk meletakkan tangan terlebih dahulu. Hal ini justru bertentangan. Karena unta itu bila duduk, justru kaki depannya terlebih dahulu baru kaki belakang. Sedangkan perintahnya jangan menyamai unta, artinya seharusnya kaki terlebih dahulu baru tangan.



Ketidak-konsistenan ini dikomentari oleh Ibnul Qayyim bahwa ada kekeliruan dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-bukhari ini. Yaitu terbaliknya perintah, seharusnya bunyi perintahnya adalah untuk meletakkan lutut terlebih dahulu baru tangan. Dan kemungkinan terbaliknya suatu lafaz dalam hadits (oleh perawinya) bukan hal yang tidak mungkin.



10. Sunnah dalam sujud

Disunnahkan untuk memperbanyak doa pada saat sujud. Dengan dalil sunnah beriku ini.

“Seorang hamba terdekat dengan tuhannya pada saat sedang sujud, maka perbanyaklah doa pada saat sujud itu, pastilah akan dikabulkan”.(HR. Muslim)

Dari Abi Said ra berkata bahwa Nabi SAW bersabda,”Wahai Muaz, bila kamu meletakkan wajahmu dalam sujud, katakanlah : Ya Allah, tolonglah aku untuk bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu.”



11. Doa saat duduk di antara dua sujud

Menurut mazhab As-Syafi’iyah, Al-Hanabilah dan Al-Malikiyah, doa yang dibaca ketika duduk antara 2 sujud adalah lafadz berikut ini.



رب اغفرلي وارحمني واجبرني وارفعني وارزقني واهدني وعافني

Artinya : Ya Allah, ampunilah aku, kasihilah aku, berikah aku kekuatan, angkatlah aku, beri aku rezeki, tunjuki aku dan sehatkan aku”.



Dalilnya adalah riwayat berikut ini :

Dari Huzaifah ra berkata bahwa dirinya shalat bersama dengan Rasulullah SAW. Beliau mengucapkan antara dua sujud : Rabbighfirli”.(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)



12. Shalawat kepada nabi pada tasyahud akhir



Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa shalawat kepada nabi dalam tasyahhud akhir hukumnya wajib. Sedangkan shalawat kepada keluarga beliau SAW hukumnya sunnah menurut As-Syafi`iyah dan hukumnya wajib menurut Al-Hanabilah. (lihat kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173 dan kitab Al-Mughni jilid 1 halaman 541).

Sedangkan menurut Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, membaca shalawat kepada nabi pada tasyahhud akhir hukumnya hanya sunnah. (lihat kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319).

Adapun lafaz shalawat kepada nabi dalam tasyahud akhir seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW adalah :

Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka hamidun majid.(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)



Artinya : Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarganya, sebagaimana shalawat-Mu kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana barakah-Mu kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Agung.



13. Doa sesudah shalawat pada tasyahhud akhir

Diantara doa yang masyhur dan ma`tsur (diwariskan dari nabi SAW) adalah lafaz berikut ini :

“Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina azabannar.”

Atau lafaz berikut ini

Allahumma inni zhalamtu nafsi zhulman katsira, wa innahu la yaghfiruz-zunuba illa anta, faghfirli maghfiratan min indika, warhamni innaka antal ghafururrahim. (HR. Bukhari dan Muslim, lafaznya dari muslim diriwwayatkan dari hadits Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, lihat Nailul Authar jilid 2 halaman 287)



Artinya : Ya Allah, sungguh aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang besar. Tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa itu kecuali Engkau. Maka ampunilah diriku dengan ampunan dari-Mu. Kasihanilah diriku ini karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. (HR. Bukhari dan Muslim dan lafaznya dari Muslim)



Atau lafaz ini

Allahumma inni audzu bika min azabi jahannam, wa min azabil qabri, wa min fityatil mahya wa mamat, wa min syarri fitnati masihid-dajjal.



Artinya : Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari dari azab jahannam, dan dari azab kubur, dan dari fitnah makhluk hidup dan makhluk mati, dan dari fitnah al-masih Dajjal.

Dalilnya adalah hadits berikut ini :

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila kalian telah selesai dari tasyahhud akhir maka berlindunglah kepada Allah dari empat hal : [1] dari azab jahannam, [2] dari azab kubur, [3] dari fitnah makhluk hidup dan makhluk mati, [4] dari fitnah al-masih Dajjal.

Bahkan sebagian ulama mewajibkan untuk membaca doa ini dalam tasyahhud akhir. (lihat Subulus Salam jilid 1 halaman 194).



14. Menoleh ke kanan dan ke kiri saat mengucap dua salam

Dari Said bin Abi Waqqash ra berkata,`Aku melihat NAbi SAW melakukan salam ke kanan dan ke kiri hingga terlihat putih pipi beliau`.(HR. Muslim)

Dalam lain riwayat disebutkan

`NAbi SAW melakukan salam ke kanan hingga terlihat putih pipi beliau dan melakukan salam ke kiri hingga terlihat putih pipi beliau`.(HR. Ad-Daruquthuny)

As-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa ketika memulai lafaz salam (assalamu `alaikum), wajah masih menghadap kiblat. Ketika mengucapkan (warahmatullah), barulah menoleh ke kanan dan ke kiri.



15. Melirihkan salam yang kedua

Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah menyunnahkan untuk melirihkan ucapan salam kedua dan mengeraskan ucapan salam yang pertama. Demikian juga dengan Al-Malikiyah, mereka mengatakan disunnahkan untuk melirihkan salam yang kedua dan menjaharkan salam yang pertama, baik sebagai imam, sebagai makmum atau pun bila shalat sendiri.



16. Menunggu bagi makmum hingga imam selesai dengan dua salamnya

Disunnahkan bagi makmum untuk tidak segera mengucapkan salam kecuali setelah imam selesai dengan kedua salamnya. Hal itu dikarenakan untuk berjaga-jaga apabila ternyata imam masih akan melakukan sujud sahwi. Menunda salam bagi makmum hingga imam selesai dengan kedua salamnya adalah sunnah menurut Al-Hanafiyah.



17. Khusyu`, tadabbur dalam bacaan shalat dan zikir

AL-Imam As-Syafi`i menyebutkan bahwa disunnahkan untuk melakukan shalat dengan khusyu` serta tadabbur (merenungkan) bacaan Al-Quran pada shalat. Termasuk juga bacaan-bacaan lain (zikir) dalam shalat. Beliau juga menyunnahkan untuk memulai shalat dengan segenap konsentrasi, mengosongkan hati dari segala pikiran duniawi, karena hal itu lebih memudahkan seseorang untuk bisa khusyu` dalam shalatnya.



Selain yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, masih ada sunnah-sunnah shalat yang lain, yaitu :

1. Membaca isti’adzah (auzubillahi minasy syaithaanir rajiim) sebelum membaca al-Fatihah di rakaat pertama.



2. Membaca tasbih ketika ruku’ dan sujud, yaitu :



- A. ”Sub hanaka allahumma wabihamdika allahummagh firli”

(”Mahasuci Engkau wahai Thuhan dan dengan memujiMu ampunilah aku”)

pada saat ruku atau sujud

atau,

- B. ”Sub hana rabbiyal’adhim” (3x) (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung”) (HR. Ahmad, Abu Daud & Ibnu Majah). Pada saat ruku’ dan ”Sub hana rabbiyal’ a’laa” 3x (”Mahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi”) pada saat sujud.



3. Membaca “Sami’al Laahu liman hamidah” (Allah mendengar siapa yang memuji-Nya) dan dilanjtkan dengan “rabbana lakal hamdu” (Ya Rabb Kami, bagi-Mu segala puji) di waktu iktidal (berdiri dari ruku’)



4. Duduk sejenak sebelum berdiri dari sujud pada rakaat pertama dan ketiga. Diriwayatkan dari Malik bin Huwairits,

“Bahwa ia melihat Nabi SAW shalat, maka apabila ia berada pada rakaat ganjil dari shalatnya, maka ia tidak berdiri sehingga lurus duduknya” (HR. Bukhari)



5. Duduk tawaruk (bersimpuh ) pada tasyahud akhir.



6. Menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud. Dalam masalah ini ada dua pendapat yaitu: pendapat pertama menggerakkan telunjuk selama tasyahud dan pendapat kedua menggerakkan telunjuk hanya pada kalimat syahadatain.



7. Menoleh dengan sempurna ketika salam sehingga kelihatan pipinya dari belakang. Dari ibnu Mas’ud : ” Bahwasanya Nabi Saw mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri dengan “Assalamu Alaikum wr.wb.” sehingga kelihatan putih pipinya (HR. Ahmad



Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.

KHUSYU DI DALAM SHALAT..

Al Qurthubi mengatakan bahwa khusyu adalah suasana didalam jiwa yang tertampakkan pada anggota tubuhnya berupa ketenangan dan ketundukan. Sedangkan Imam Qatadah mengatakan bahwa khusyu didalam hati berupa rasa takut dan memejamkan mata ketika shalat.



Diantara nash-nash yang berbicara tentang tuntutan khusyu didalam shalat ini :



الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ



Artinya, ”(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya.” (QS. Al Mukminun : 2)



وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ



Artinya : ”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah : 45)



Diantaranya pula, hadits ’Uqbah bin ’Amir bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang muslim berwudhu lalu membaguskan wudhunya kemudian berdiri melakukan shalat dua raka’at dengan ketundukan hati dan

wajahnya kecuali wajib baginya surga.” (HR. Muslim)



Dari Utsman berkata,”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang muslim mendatangi shalat wajib lalu membaguskan wudhu, khsuyu dan ruku’nya kecuali ia menjadi pelebur dosa-dosanya yang lalu kecuali dosa besar. Dan itu berlaku sepanjang masa.” (HR. Muslim)



Sedangkan hukum khusyu itu sendiri adalah sunnah dari sunnah-sunnah shalat menurut jumhur ahli ilmu. Mereka menganggap sah orang yang didalam shalatnya memikirkan urusan-urusan duniawi selama dia tetap melakukan gerakan-gerakan shalatnya secara baik.



Oleh karena itu hendaklah setiap orang yang shalat memperhatikan perkara-perkara berikut agar khusyu didalam setiap shalatnya :



1. Tidak menghadirkan didalam hatinya kecuali segala sesuatu yang ada didalam shalat.



2. Menundukkan anggota tubuhnya dengan tidak memain-mainkan sesuatu dari anggota tubuhnya, seperti : jenggot atau sesuatu yang diluar anggota tubuhnya, seperti : meratakan selendang atau sorbannya. Hendaknya penampilan lahiriyahnya menampakkan keskhuyuan batiniyahnya.



3. Hendaklah merasakan bahwa dirinya tengah berdiri dihadapan Raja dari seluruh raja Yang Maha Mengetahui segala yang tersimpan dan tersembunyi.



4. Mentadabburi bacaan shalatnya karena hal itu dapat menyempurnakan kekhusyuan.



5. Mengosongkan hatinya dari segala kesibukan selain shalat karena hal itu dapat membantunya untuk khsusyu dan janganlah memperpanjang atau melebarkan pembicaaan didalam hatinya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah )



Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.



Untuk lebih lengkapnya silahkan di lihat lagi dalam tag foto ;



https://www.facebook.com/photo.php?fbid=142067339195027&set=a.125202197548208.21607.119706121431149&type=1&theater